Sabtu, 22 Januari 2011

Cerita Interview saya dengan MORFEM


Punk Rock, Pop, dengan aksen Folk?
Berawal dari Jimi Multhazam yang tag foto Album Perdana Morfem ke FB saya, kemudian terbesit untuk mengajak interview sekalian promo album perdana mereka di Gigs Play. Awalnya ragu karena band se-keren Morfem akan di interview oleh jurnalis amatir seperti saya. Tetapi dengan meyakinkan saya bisa, akhirnya saya mengajak interview langsung. Sekedar info, bahwa report saya ini di post oleh Gigs Play, tapi maaf sekali delay, karena server gigsplay sedang erorr.
Dua hari rasanya tidak cukup untuk menggambarkan pertemuan kami kedalam tulisan. Hal pertama yang membuat saya gelisah adalah karena tulisan Jimi atau Bram pasti lebih ciamik dibandingkan saya. Hal kedua yang membuat gelisah adalah karena beberapa rekaman percakapan penting ternyata hilang. Ahhh baiklah, mari pacu memory saya untuk mengingat pertemuan itu.

[x][x][x]

Finally... setelah men-cocokkan jadwal saya dengan jadwal Morfem, selasa malam bertempat di McD Kemang menjadi tujuan kami.
Pandu Fathoni datang bersama teman wanitanya lebih awal. Mereka menghampiri dan menyapa saya. Tiba-tiba saja detak jantung berpacu lebih cepat karena ini adalah kali pertama saya me-interview band untuk Gigs Play.
Tak lama Bramasta Sasongko menyusul sendirian. Satu gambaran untuk Bram, Tampan! Hahaha. Tapi yang paling penting untuk dicatat: Bram sangat ramah :)
Kedatangan Bram disusul oleh Jimi Multahzam. Pundak Jimi yang khas itu terlihat tepat di depan saya, namun ia sibuk mencari kami yang sepertinya tidak ia lihat. "Woi, Jim!" panggil Pandu. Malam itu Jimi terlihat sedikit lelah selepas siaran rutin di Trax FM.
Tepat ketika saya membawa makanan, Fredi Warnarin datang bersama teman wanitanya juga. Pandu memperkenalkan Fred kepada saya. Ramah, semuanya ramah!
[x][x][x]
Jadilah kami dalam satu meja dan siap melakukan interview. Pertanyaan pertama yang begitu klise saya lontarkan, "Kenapa kalian memberi nama band kalian “Morfem”?"
Jimi yang saya pikir akan kurang semangat, ternyata salah. Dengan inesiatif ia memegang handphone yang telah saya siapkan sebagai alat perekam, ia dekatkan handphone tersebut agar terdengar jelas suaranya.
"Nahhhh... kenapa Morfem. Satu, susunan abjad-nya bagus yakan. Mudah untuk diucapkan..."
"Tapi ada makna dibalik nama Morfem, kan?" Sambar saya tak sabaran.
"Oh iya tentu. Dari dulu, dari gue SMP kira-kira, gue tertarik sama kata "Morfem". Morfem itu kan artinya.. satuan... bentuk terkecil... dalam sebuah bahasa yang memiliki arti dan tidak bisa dibagi menjadi satuan yang lebih kecil lagi" jawab Jimi sembari berusaha mengingat. Good! Jawabannya sama persis seperti arti Morfem yang saya dapat dari Om Google, hahaha.
Dengan seru dan semangat kemudian mereka bercerita bagaimana terbentuknya Morfem. Berawal dari Jimi (vocalist) yang bertemu dengan Bram (Bassist) kemudian Pandu (Guitars) dan Fred (Drum) yang ikut bergabung.
Awalnya banyak yang meragukan Morfem karena dominasi Jimi yang ditakutkan membawa khas The Upstairs. Namun ternyata Morfem membawa warna baru, yang jauh berbeda dengan band masing-masing personil Morfem sebelumnya. Saya cukup terkesima melihat Jimi dengan serius ketika menceritakan blueprint-nya warna Morfem yang akhirnya mereka dapatkan saat meng-covering lagu I’m Set Free – The Velvet Underground. Jimi yang khas dengan Punk Rock 80-an, Pandu dengan Folks-nya, Bram dengan Pop-nya, dan Fred dengan Hardcore-nya, bercampurlah menjadi warna Morfem yang Punk Rock, Pop yang diberi aksen Folk. Sekarang saya mengerti maksudnya :)
Kurang lebih dua tahun bersama, Morfem dengan sukses membuat album yang dirilis tanggal 11 Januari 2011. album ini diberi judul INDONESIA. Sebuah hal yang wajib ditanyakan, mengapa harus INDONESIA?
Kembali Jimi yang menjelaskan. "Dari segi visual, kita udah ambil tempat yang Indonesia banget. Kayak daerah kota, terus daerah tebet, itu udah Indonesia banget deh menurut kita. Itu hal pertama yah. Kedua, kita mau bawa nama Morfem-nya Indonesia." Yup, dengan tambahan Pandu ia menjelaskan bahwa di Inggris ada band yang juga bernama Morfem, tetapi beda pengucapannya. Nama Morfem pun dipastikan oleh Jimi dengan me-googling kata "Morfem" berturut-turut selama dua hari agar yakin tak ada nama band Morfem di dunia ini kecuali Jimi CS. Tema lirik yang di tulis Jimi berdasarkan keseharian juga merupakan alasan mengapa album perdana Morfem diberi judul Indonesia.
Judul album “Indonesia” membuat saya ingin sekali bertanya tentang arti Nasionalisme. Jawaban Fredi yang paling sedap, "Bentuk nasionalisme itu bisa apa saja. Dengan kita buat lagu saja sudah bentuk nasionalisme. Tapi gak harus kaku, dengan bahasa yang mudah didengar oleh masyarakat, yang "ngena" banget itu sudah membangkitkan nasionalisme." Semua sependapat dengan pernyataan Fredi, bahkan sesekali mengangguk-angguk dengan pasti.
Single pertama Morfem dengan judul “Gadis Suku Pedalaman” mungkin yang lebih dulu membawa nama Morfem keluar. Lagu tersebut adalah lagu favorite kesemua personil Morfem yang memang ceritanya diambil dari kisah nyata salah satu teman mereka. Sementara single kedua yaitu “Pilih Sidang Atau Berdamai”— membuat saya semakin penasaran apakah diantara mereka ada yang bertemu sesosok pria tegap berpluit di tengah ramai-nya segerombolan orang—tepat setelah lagu “Pilih Sidang Atau Berdamai” dibuat?
Jimi, Bram dan Pandu kompak menunjuk Fred sembari tertawa. Dan Fred mengangguk mantap "Hahaha iya gue nih"
(Sekilas terdengar suara Jimi, "Pilih Sidang Atau Berdamai")
"Gue si setelah lagu ini dibuat, gue akhirnya memilih untuk Sidang. Tapi ujung-ujungnya uang kok. Setelah nunggu proses yang cukup lama, hasil dari sidangnya tetap harus pake uang. Wahhh sama aja kalo gitu" cerita singkat Fredi yang sesekali mengangkat bahu-nya.
Sebagai band indie, Morfem sudah pasti harus membiayai produksi album-nya sendiri. Tentu hal tersebut merupakan tantangan yang berat bagi band-band indie untuk memperkenalkan lagu-lagu mereka ke luar. Tetapi Jimi punya banyak “tips and trik” bagi band indie yang ingin sekali membuat album. Catet Bro!
"Oke, tips and trik buat band indie. Satu, banyakin pergaulan. Ini memang klise tapi ini penting. Dengan memperluas pergaulan itu penting untuk mengetahui studio-studio mana aja yang orang-orangnnya bisa diajak asik. Nah terus, ajakin dia nongkrong ya kan. Abis itu kita hutangi"
Pandu dengan cekatan menambahkan "Kita kasbonin haha"
"Nah bener" Lanjut Jimi meng-iyakan. "Karena kita asik gitu yah pas rekaman, kita bawain kemekan (makanan), minuman, kadang-kadang kita bikin teler dia. Nahhh yang biasa bikin teler itu si Bram hahahha. Wah asik nih kan, terus akhirnya kita bilang "Eh gue bayar bulan depan yah hahahaa” Sejenak kita tertawa lepas mendengarkan Jimi.
"Selama satu bulan kita musti kerja keras, pontang panting terserah. Lo mau jadi artis PH kecil? Hajar! Lo mau jadi ekstrasi film-film murahan? Hajar! Model-model video klip apa gitu, ahhh boleh lah. Nah itulah band indie, semua dilakukan demi rekaman, ahhh sedaffffff....!"
“Yang ketiga adalah, kita harus tau bibit teman-teman kita yang bisa mixing dengan hebat. Nah ketika kita tau, kita minta ke dia me-mixing-kan musik kita. Tapi tetep bilang "Eh bayarnya bulan depan yah hahahaha"
Pandu kemudian menambahkan lagi, "Yang penting rajin-rajin nabung buat bikin album." Mantap! Bumbu yang pas dari Pandu. Itulah tips and trik khusus band indie yang mau nekat ala Jimi, yang dibumbui sedikit oleh Pandu. Catat lagi: Klise tapi Penting!
Untuk Morfem sendiri punya target ga sih untuk penjualan album Indonesia ini terjual berapa?
"Pasti! Kalo kata Soekarno kan, Gantungkanlah cita-cita mu setinggi langit. Kalo kita gantungkan cita-cita setinggi langit, se-planet Pluto pun itu udah keren. Nah... Jadi kalo target sih kita mau sebanyak-banyaknya yah. Kita mau kalahin Sheila On 7 yang waktu itu kalo ga salah terjual kurang lebih satu juta copy. Fisik man satu juta!"
Fisik a.k.a Pure album mereka! Tapi kalo ternyata Morfem lebih laku di RBT?? Karena banyak band sekarang yang menjadikan RBT sebagai andalan kesuksesan band mereka.
Bram kemudian ambil alih. Sembari bergurau ia menjawab, "Ohhh RBT itu gapapa, RBT itu media atau benefit buat orang-orang yang... ehmmm… katakanlah mungkin ga mampu beli CD, mungkin dia udah umur 40 tapi dia punya anak yang sangat banyak sehingga dia tidak bisa nonton Morfem. Tapi gimana nih dia sudah terngiang-ngiang lagu Pilih Sidang Atau Berdamai, tapi untungnya ada RBT-nya jadi dia selamat yekann. Ahhh... Jadi sebetulnya kalo kita ga banyak pantangan sih, apa aja entah RBT atau apapun selama itu masih wajar-wajar aja ya gapapa."
"Kalo andai kata bisa dapat untung dari sumber itu kenapa ga kita ambil" begitu Jimi menambahkan. Obrolan kami pun mengalir dimulai dari pertanyaan saya mengenai band favorite beserta influence mereka masing-masing, kemudian Pandu yang bercerita tentang band 93-an bernama Telor Asin, dilanjut lagi sharing pendapat mereka mengenai politik—ketidakseimbangannya Indonesia, perbedaan major dan minor, hingga bocoran mengenai Morfem yang akan membuat major label.
Sharing dengan Jimi memang seperti yang Bram katakan, "Seperti sharing dengan Perpustakaan Berjalan." Saya kagum karena ia membawa obrolan kami mengalir dengan alami. Pertanyaan saya yang flat, yang kaku, menjadi asik karena ia bercerita dengan agresif. tetapi Pandu, Bram dan Fred juga tak kalah hebatnya, karena mereka tidak pasif.
Ternyata oh ternyata saat obrolan kami mulai terlihat ujungnya ada seseorang yang duduk di samping saya. Tak disangka Hasief (Jurnalis Rolling Stone Indonesia) datang ke McD sembari memegang CD album perdana Morfem. Penasaran ohhh penasaran, saya sedikit bertanya pada Hasief mengenai album Indonesia.
"Saya terkejut. Morfem itu belum berdiri lama, sebenarnya butuh waktu yang lama untuk menemukan jati diri mereka. Tapi ga nyangka bisa secepat ini mereka membuat album, dan lagu-lagu yang mereka buat sangat menggambarkan Morfem." Gadis Suku Pedalaman menjadi lagu favorite Hasief di album Indonesia karena liriknya sangat unik. Review kecil dari Hasief sepertinya meyakinkan Morfem mempunyai warna tersendiri.
Sebelum diakhiri, tak lupa saya bertanya mengenai harapan Bram, Jimi, Fredi, dan Pandu untuk Morfem kedepannya. Bram menjelaskan dengan gagah, “Gue mau Morfem memberikan manfaat bagi banyak orang. Kita gamau judge orang atau menjadikan lagu sebuah sindiran, tapi kita datang memang untuk senang-senang” Sakti! Sesuai moto-nya, Morfem Datang Semua Senang!
Jimi dengan wajah serius berkata, “Ahhh… harapan gue bisa terus berkarya bersama Morfem, sedaffff. Khususnya tahun 2011, semua orang tahu bahwa Album INDONESIA ini ada. Merata dari anak muda yang lagi kumpul kemudian membicarakan Morfem. Orang tua hingga anak kecil akan berkata “Woi lo tau kan ada band namanya Morfem!”” seru Jimi sembari meniru suara kakek-kakek dan suara anak kecil pada umumnya.
Fred mempunyai harapan khususnya di tahun 2011, “Harapan gue, Album Indonesia bisa sold out (semua meng-amin-kan). Terus, orang-orang bikin acara tibute to Morfem hahhaa."
Sementara harapan Pandu sangat sakti mandra guna, “Gue berharap, semua orang meng-Indonesia-kan album INDONESIA!”
Sepertinya harapan Jimi, Pandu, Fred, dan Bram bisa sangat menjadi kenyataan ketika mereka bisa saling terbuka. Namun apabila ada konflik diantara mereka?
Menurut Jimi, "Itu si udah biasa yah, wajar lah beda pendapat.” Tiba-tiba saja arah mata Jimi menunjuk kepada kedua orang perempuan sexy yang berjalan di depan kami, dan tak lama ia berkata "Yang kayak gitu tuh yang sering bikin konflik hahahha."
Sekitar awal februari Morfem akan launching album INDONESIA. Belum tahu bertempat dimana diadakannya launching tersebut. Siap-siap saja bagi kalian yang sudah ataupun belum punya album Indonesia-nya Morfem.
"Nah satu lagi yang wajib dicatet, kenapa harga album Indonesia ini 25 ribu adalah karena Morfem juga turut mencerdaskan bangsa. Turut mendukung biaya pendidikan murah" begitu Bram mengingatkan.
Buat saya, kita tak akan pernah mengerti jika kita tak pernah ingin mendengar dan memahami :)
Berhubung question list habis, malam pun sudah sangat larut, Jimi dengan tidak sabaran mengabadikan Hasief yang sudah memegang CD Indonesia, dan saya tahu foto itu telah dimasukkan kedalam album “Orang Penting dan Album Penting 2011” di fan page Morfem. Sedaffff! Saya pun tak mau kalah, menyudahinya dengan acara foto-foto :D
[x][x][x]

Harusnya report ini bisa lebih cepat di post, tapi sayang banyak sekali kendala. Saya merasa tidak enak hati kepada Morfem, ahhh maafkan.
CD album Indonesia saya dapatkan secara cuma-cuma, aaaa big thanks for Pandu Fuzztoni :D CD-nya sampai hari ini (sabtu 22/01/2010), dan saya kepingin sekali review sedikit ketujuh lagu (satu akustik) yang ada di album Indonesia.
Dari ke-tujuh lagu di album Indonesia, saya tetap suka Gadis Suku Pedalaman. Lagu ini mengingatkan cerita teman saya yang temannya hilang karena menikah dengan gadis suku pedalaman (Kalimantan). Mertuanya sakti mandra guna yang mengikat temannya itu tinggal selamanya di daerah yang udaranya pasti lebih segar daripada Jakarta. Liriknya begitu hidup, bagian narasinya membuat saya gelisah dan terus terngiang-ngiang bagaimana nasib si teman. Sangat tergambar.
Tetapi track kedua tak kalah hebat. Lagu Who Stole My Bike di tulis oleh Jimi ketika sepedanya hilang, sekitar tahun 1998. Saya sangat suka musiknya. Membuat kepala saya spontan mangangguk-angguk karena menikmatinya. Liriknya pas.
Ahhh … lagu Tidur Dimana Pun Bermimpi Kapan Pun adalah lagu favorite kedua saya, terutama versi akustiknya (track ketujuh). Seperti di-ninak-bobokan oleh musik, namun lagu ini tak lepas dari gambaran saya. Seperti anak kecil ingusan yang tak tahu siapa Ibu-Bapaknya, yang tak tahu harus pulang kemana, yang berteman dengan jalanan setiap harinya. Tetapi satu yang pasti: ia bisa tidur dimanapun, bermimpi kapanpun.
Untuk track ke-empat dan kelima. Buat saya, ini… inilah yang mewakili album INDONESIA. Atau dengan mudah kita dapat mengucapkan, Indonesia Banget! Wahana Jalan Tikus itu sempit, kotor, bau, dan sesak. Namun ada sesuatu yang indah yang bisa dilihat dari jalan tikus, yaitu ketika sejauh mata memandang ada gedung-gedung tinggi mewah yang kacanya membiaskan sinar terik matahari. Didepannya jalan raya bersih menanti. Kontras!
Track kelima. Setiap mendengarkan lagu ini rasanya seperti mendengarkan teman bercerita. Dini hari, saat pulang dari rumah sahabat, hingga sabtu malam, ingin berkencan bertemu dengan pria berbadan tegap dengan pluit bisingnya yang siap bertanya “Pilih Sidang Atau Berdamai?”
Death Kitchen! Saya tak yakin makna yang saya tangkap benar atau tidak. Seperti pasrah pada nasib, tak tahu lagi harus bagaimana. Yang pasti, Don’t Go To The Kitchen.
Mendengarkan kesemua lagunya dijamin anda pasti tak akan bosan. Mengalir, seperti mendengarkan banyak music yang bercampur dengan mantap! Morfem tidak bohong, karena mereka datang semua senang! saya senanggggggggg!

[x][x][x]

Album perdana Morfem—INDONESIA, bisa didapat di beberapa gerai CD terkemuka Indonesia, di bawah label Independen MRFM dan DeMajors records. Morfem membuka layanan pembelian langsung via pos. Dengan menghubungi 0858 11 764 764 atau untuk mencantumkan data lengkapnya terlebih dahulu lalu kirimkan ke morfem.info@gmail.com. Setelah transaksi selesai, maka CD Morfem akan dikirim langsung ke alamat tujuan. Mari ikut meng-Indonesia-kan INDONESIA!
*terimakasih : Morfem, Kak Pandu, Kak Wansky, Teh Dini, Aisya, Melly dan Andri, Fia dan juga Apri*




3 komentar:

  1. cieee katan udah beli :)
    ah pinjem pinjem. *teu modal pisan* hhahaha
    aaah ngiri maksimal eeuuuyy :p

    BalasHapus
  2. Jimi Multahzam! keren keren berasa disana gue. sirik....

    BalasHapus
  3. @queencup : engga sayang, itu dikasih sama morfem-nya, hahhaha dijamin ngiri banget kan? *kompor* sini sya main kerumah, dengerin lagu2 mereka, lo pasti suka :D

    @dini : Jimi oh Jimi..... bagian mana yang lo suka? pasti "trik and trik buat band indie yang mau nekat ala Jimi" deh? hehehe

    BalasHapus

leave comment