Jumat, 26 Agustus 2011

Ku lepas Sarung Tangan Anti Air tersebut



Memasuki dunia SMA, dimana sekiranya jatuh cinta itu mulai hadir, dan efek-nya ke segala penjuru hingga seseorang mengidap penyakit gila hingga dua atau tiga jenis—saya termasuk yang mengidapnya

Penyakit gila nomor 105: Tidak mau punya kulit tangan yang kasar. Karena itu dapat menyebabkan si gebetan ilfil.

Sudah tahu begitu, Mama masih saja tega meminta putri-nya ini mengepel, mencuci piring, mengelap bupet-bupet yang debu-nya tak pernah hilang. Tapi saya adalah anak yang takut “Kualat”, jadi jika dimintai tolong, saya akan mengerjakannya… ya walau ngaret, atau ngeluh selama lima menit, atau yang lebih parah bisa ngulet dulu ber-jam-jam barulah mengerjakan dengan senyum terpaksa.

Saya tidak terima begitu saja! Saya minta dibelikan sarung tangan khusus pelindung kulit anti air. Agar kulit saya tak keriput dibuat air, atau kulit saja menjadi kasar karena memeras lap yang bahannya… ya you know lah yah, lap yang sepuluh rebu dapet tiga, itu!

TAPI….
Rada ribet sih! karena sarung tangan itu membuat saya tak bisa bergerak lebih nyaman, bunyinya berdecit-decit jika tangan kiri bertemu tangan kanan, lebih tak enak lagi—tangan saya panas! Oooo tapi tentu saja saya tak akan mengepel jika tak pakai sarung tangan tersebut. Bisa habis telapak tangan saya.

[x][x][x]

Pada suatu ketika, Mama memperkejakan seorang gadis yang tinggal dekat dengan rumah saya. Gadis itu adalah anak dari Mpok Inah yang dulu bekerja untuk Mama, tapi sekarang digantikan dengan gadis tersebut. Kulitnya mulus, putih, tak banyak bulu, dan senyumnya damai. Selidik punya selidik, gadis itu telah menghabiskan sebagian hidupnya dengan bekerja menjadi pembantu rumah tangga.

Gila! Saya tau banget kalo pekerjaan rumah tangga tuh ga jauh dari air, api, bumbu-bumbu, dan sebagainya yang dapat merusak kulit. Tapiii gadis ini hebat juga bisa ngerawat kulitnya.
Tiba-tiba saja Mama berkata seperti malaikat di pundak kanan ku, begitu lembut tapi menusuk. “Liat kan tuh. Dia tulus ngejalanin semua pekerjaannya, mangkanya mau segimana keras pekerjaannya, kulitnya masih mulus. Itu semuanya intinya cuma tulus!”

Bak sinetron, saya langsung sadar betapa saya telah dibodohi sarung tangan itu selama berbulan-bulan. Saya mencoba mengerjakan pekerjaan rumah tanpa sarung tangan tersebut. Tetapi masih dengan sangat hati-hati merawat kulit agar tetap pada hak-nya yaitu mendapatkan kelembutan dari body lotion yang kini harganya mahal-mahal.

[x][x][x]

Saya mulai belajar ketulusan sejak kelas 1 SMA, dimulai dari hal kecil tersebut, serius kawan! Karena gadis berkulit mulus tersebut saya belajar arti ketulusan. Dan...kelamaan hal tulus tersebut diterapkan dalam segala hal di tiap harinya Lumayan, banyak nikmatnya kalo dipikir-pikir. Banyak manfaat dan keuntungannya. Coba aja kalo ga percaya! :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave comment