Senin, 12 Agustus 2013

Melancholic B1tch, semesta!

Review: Joni dan Susi go to AtAmerica

Sepertinya saya benar-benar akan meng-amini teori Einstein bahwa hukum semesta itu tarik menarik. Jika ingin sesuatu dan yakin akan mendapatkannya, maka kita akan dipertemukan dengan orang-orang yang sama keinginannya dengan kita, kemudian kita akan mendapat pertanda-pertanda, dan taraa teorinya berkata kita bisa mendapatkan yang kita inginkan. Saya tidak suka buku-buku motivasi klise, tapi untuk yang ini saya percaya pada teori itu. Setelah menulis di Tumblr tentang mengapa saya akhirnya berhalangan hadir datang ke Konser Menuju Semesta, saya kemudian diberi hadiah, didoakan agar dapat bertemu mereka secepatnya, menjadi senang dan lalu selang beberapa minggu saya tahu bahwa Melbi akan konser di AtAmerica, Pasific Place Jakarta. Pertanda apa ini?
Sungguh karena ini tak saya sangka, bahwa Konser Menuju Semesta yang diadakan di Bandung 31 Mei lalu bukanlah konser terakhir Melbi di tahun 2013. Pelakunya adalah Muhammad Asranur yang lebih dikenal melalui akun twitter-nya @cantsaynotohope. Hasil dari obrolan bersamanya selepas konser, Asra bercerita awalnya hanya iseng bertanya pada Itbo (Omuniuum) kapan Ugo balik ke New York? Asra kemudian mencoba menghubungi Melbi dan beruntungnya, hey fans Melbi Jakarta! karena mereka meng-iya-kan--walau Yennu Ariendra berhalangan ikut main karena harus berangkat ke Jepang.
           Mengapa di AtAmerica? Angle-nya diambil dari AtAmerica sebagai pusat kebudayaan terbesar Amerika pertama di dunia yang mempunyai tujuan untuk mempromosikan budaya Amerika. Hal itulah yang berhubungan dengan Ugoran Prasad (Vokalis) sebagai satu-satunya orang Indonesia yang mempunyai gelar Master Teater Study--dan kini Ugo sedang mengambil S3 di New York. Selain angle yang satu itu, masih banyak angle lainnya, seperti: Sekumpulan Joni dan Susi di Jakarta telah menanti lama kehadiran Melbi; Melbi terakhir manggung di Jakarta (Salihara) dengan HTM 50.000 dan sold out; selain itu adanya pengaruh musik Amerika pada beberapa lagu Melbi memperlengkap alasan AtAmerica bersedia  mengundang mereka.
               
                Sebelumnya, karena Menuju Semesta

                Sebenarnya sebelum tahu kabar Melbi akan konser di AtAmerica, saya sudah sangat terhibur dengan Bootleg Konser Menuju Semesta yang di upload Daffa Andika di akun soundcloudnya. Saat itu saya langsung mengunduh dan mendengarnya setiap hari, sepanjang hari, dan masih seperti itu hingga saya menulis ini. Setiap waktu bangun tidur, waktu santai, di jalan, sedang sibuk kerja, hingga penghantar tidur. Saya kecanduan sampai-sampai hafal seluruh isi naskah yang diceritakan Ugo di sana. Walau tidak hadir, sekali lagi, saya merasakan aura intimnya konser Menuju Semesta.
               "Aku punya cerita...." Jantung saya berdebar setiap kali memencet play dan langsung mendengar suara Ugo itu menjadi penghantar lagu Kartu Pos Bergambar Jembatan Golden Gate, San Fransisco. Imajinasi saya terbang bebas ke sebuah jembatan berkabut setiap kali mendengarnya, tetapi anehnya pemandangan sampan-sampan di Venesia lebih menguasai imajinasi saya itu. Saya akhirnya kebiasaan mencepatkan seek-nya langsung ke bagian narasi ini, "Joni dan Susi punya mimpi, mimpi jalan...jalann..." Itu adalah narasi yang sangat-sangat saya suka. Saya suka ketika Ugoran membiarkan crowd ikut melantunkan lagu Bulan Madu pada bagian ”Berdayung sampan kita....di Venesiaa....." Gila sampai saya juga hafal bagian Ugo membuat crowd tertawa sebelum memulai lagu Mars Penyembah Berhala. Saya juga tahu persis bagaimana Ugo menutup sesi pertama dari konser itu dengan narasi, "Susi tidur dulu yaa...Joni menunggunya...".
                Saat video-video Konser Menuju Semesta yang di-upload oleh Omuniuum di channel youtube mereka telah bisa dinikmati, saya semakin girang dan semakin hafal naskahnya, haha gila! Lagu romantis favorit saya, yaitu Propaganda Dinding dan Apel Adam yang tidak terekam di bootleg Daffa--membikin saya penasaran sekali. Sebenarnya satu bagian yang menjadi favorit sejak dengar di bootleg adalah saat Ugo mengajak satu penonton untuk menyanyikan Distopia bersama-sama. Saya ingin seperti perempuan ituuuu... saya mau seperti Gita bernyanyi bersama Ugo!

                Naskah Balada

Sabtu itu (13/7/13), saya beruntung bisa berada diantara sekumpulan orang—yang saya sendiri lebih suka menyebutnya Sekawanan Joni dan Susi—yaitu hasil pinakan Joni dan Susi yang kini semakin banyak orang ingin mendengar balada-nya dari pendongeng Melancholic Bitch khususnya sang narator--Ugoran Prasad. Namun entah mengapa Jakarta tak henti dihadang hujan sedari siang. Banyak teman saya dan orang-orang lain yang akhirnya tidak bisa hadir. Walau begitu, AtAmerica selepas buka puasa sudah lumayan sesak.




Sebalnya, malam itu saat Melbi telah membawakan satu hingga empat lagu, orang-orang masih banyak saja yang berlalu-lalang, keluar masuk dari pintu yang berada di samping venue. Itu membuat saya (penonton) merasa terganggu. Namun apalah, saya masih menikmati tiap lagu dengan semua narasi yang--diam-diam--sudah saya hafal di luar kepala. Ah! hal itu kebanyakan minusnya sih, karena kenapa saya jadi meng-compare terus-terusan antara pertunjukkan mereka di Menuju Semesta dan AtAmerica ya? Mungkin akan begini jadinya jika melihat mereka terlalu sering? Mungkin karena saya telah jatuh cinta dengan Menuju Semesta lewat bootleg-nya Daffa? Atau itu mungkin sebabnya benar kata Arham, bahwa diam-diam mereka mungkin sengaja menyimpan banyak rindu untuk para fans-nya. Karena jika kita terlalu sering meliat pertunjukkan mereka secara langsung, kita mungkin akan bosan?

Tapi ada yang plus dari malam itu. Senang sekali untuk pertama kali melihat live Melbi seperti dapat bonus melihat mereka membawakan lagu milik band lain. Sesuai perjanjian, Melbi harus membawakan dua lagu band Amerika yang mempengaruhi lagu-lagu mereka. Lagi, Ugo membuat narasi sedikit, "Ketika Susi ditanya kenapa dia harus pergi? Susi bilang, dia pergi karena dia tidak ingin menjadi seorang perempuan tua yang tertinggal di kota kecilnya dan berdiri di belakang mesin kasir." Ah! saya suka sekali narasinya itu :) Kemudian lagu milik Pearl Jam berjudul Elderly Woman Behind The Counter dibawakan dengan syahdu.

Setelah lagu itu dibawakan, banyak penonton tampaknya tak memperhatikan ucapan Ugo. "Biasanya kita membawakan lagu ini bersama Silir, siapa yang mau menyanyikannya bersama..." Jantung saya seketika berdegup, tangan saya langsung terasa dingin, saya melihat sekitar tidak ada yang mengangkat tangan. Gue bakal jadi Gita kedua nggak ya?

"Ayo siapa yang mau maju, nanti menghabiskan waktu saja..." Saat Ugo berkata seperti itu, maka lalu dengan percaya diri langsung saja saya mengangkat tangan tinggi-tinggi. Oh, semesta! 

“Nah...ayo ayo cepat sini...” Ujar Ugo mengajak saya naik ke panggung. Saya pun naik ke panggung dengan nafas yang sulit diatur.
Ugo        : Siapa namanya?
Saya       : Tania
Ugo        : Selamat malam Tania
Saya       : Malam
Sampai disitu saja, jantung saya rasanya mau copot.
Ugo        : Sudah tau mau menyanyikan lagu apa?
Saya       : Sudah (merasa sudah mengembangkan senyum, padahal pucat)

Ya! Distopia.

(Foto oleh Reza Pradipto)

Tentang lagu Distopia. Lagu yang paling ceria menurut saya di album BJS. Suara Silir yang berwarna musik pantura sangat menggoda untuk bergoyang. Ganjil rasanya apabila mendengar lagu itu tetapi tidak ikut bernanyi. Sekalipun mendengarkannya sendiri di kamar, saya pasti akan ikut melantunkan..."bersama-sama kita...bersama-sama selamanya...bersama...bersama..."
Ugo, Melbi, atau penonton lainnya mungkin kecewa karena suara saya justru mengganggu, dan bisa jadi kalo saya penonton ingin rasanya merajam penonton bernama Tania hahaha, anyway, maaf ya teman-teman, mungkin kalian  sangat sebal karena Distopia yang ditunggu-tunggu tidak sesuai ekspektasi :)



(Foto oleh Raras Prawitaningrum)

Ahya..Pernah (sampai saat ini sih) suka sekali dengan Cholil Mahmud ERK karena ia bernyanyi dengan sangat menghayati. Sesekali matanya ditutup tanda ia menikmati. Maka malam itu, resmilah, walau Ugo tidak bisa membuat saya meleleh karena roko-nya (dia keren banget kalo merokok), tetapi malam itu saya malah lebih meleleh karena ia nyatanya sangat ramah. Ugo mengajak bernyanyi tanpa meninggalkan saya mengatur lagu sendiri. Ia seperti membuat saya tenang dengan bernyanyi sambil menatap (ge er!), mengajak bernyanyi pelan-pelan. Dan ah.... Deskripsinya tidak akan selesai, karena saking senangnya saya di atas sana. Beruntung sekaligus merasa bersalah.
Ruangan baru terasa menyala ketika Melbi membawakan lagu Mars Penyembah Berhala. Untuk yang ini (maaf kalo meng-compare lagi), sekali lagi untuk yang ini, saya suka sekali Ugo seperti melahap sisi-sisi panggung, ia lari kesana kemari, hingga tiduran dengan nafas kelelahan. Rasa-rasanya saya ingin berdiri dan ikut bernyanyi dengan lantang! Ikut mengutuk kotak 14 inchi itu! Saya rasa Mars Penyembah Berhala disini lebih bagus dibandingkan dengan Menuju Semesta, tetapi sayang crowd-nya tidak seagresif di Bandung. Atau mungkin, ya itu tadi, karena setting venue mengharuskan para penonton duduk.
Ketika Ugo melihat jam yang terikat di tangannya, saya sudah muram lantaran itu pasti tanda sedikit lagi mereka harus mengakhiri pertunjukkannya. Benar saja, lagu Menara menjadi penutup aksi mereka malam itu. Mereka meninggalkan panggung  dan disambut tepuk tangan yang meriah. Sementara hati para penonton tak rela dan beberapa masih meneriakkan we want more. Oh sungguh, 1 jam 40 menit adalah waktu yang terlalu singkat untuk melihat mereka.

Setiap penyimak pertunjukkan Melbi yang mereviewnya sudahlah pasti terbawa oleh cerita sang pendongeng, itu benar karena saat melihat live mereka, sepasang tiap mata akan terhipnotis oleh kata-kata Ugo. Itulah mengapa Raka mereview-nya dengan menulis bahwa Melbi bukanlah sekedar band, tapi mereka adalah ambang. Naskah yang di susun menjadi penghantar BJS membuat setiap penonton terbawa akan kisah cinta Joni dan Susi, terbawa ke Venesia, bersama-sama di kereta, hingga dibuatnya kita marah karena Joni dibanting ke aspal, lalu kita harus ikut pasrah karena percintaan mereka berakhir pada Noktah Pada kerumunan. Dan lagi, yang telah kita tahu, lagu-lagu dalam album Anamnesis mereka kini ikut dibalut ke dalam panggung mereka. "Eksplorasi" begitu tersebut di harian Kompas. Mereka mengkombinasi itu semua dengan sangat keren!
Apakah panggung menjadi tempat Melbi melakukan experiment? Kalo iya, saya sangat menantikan naskah Balada Joni dan Susi yang selanjutnya dengan narasi yang berbeda. Namun apabila naskah itu adalah memang kekal menjadi naskah penghantar Balada Joni dan Susi disetiap panggung mereka, saya memilih untuk tidak sering-sering lihat mereka. Agar rindunya lebih kental, supaya saya tidak bosan, supaya Balada Joni dan Susi yang saya dengar akan selalu menjadi yang istimewa, saya ingin mengabadikan balada tersebut di memori terbaik saya.

Dibuang sayang

Selepas konser, saya masih tidak rela meninggalkan pusat kebudayaan terbesar Amerika itu. Saya akhirnya ngobrol sedikit dengan Mas Asra. Sungguh baiknya ia, yang kemudian mengabadikan saya bersama Melbi lewat kamera. Saya memecah hening dengan bertanya, "Kapan balik Mas, Ugo?" . "Oh Insya Allah Desember sih" Jawabnya sambil tersenyum. Akhirnya Ugoran Prasad nyata di depan mata! :D






Ngomong-ngomong, bocoran Ugo setiap Desember akan pulang ke Indonesia, menimbulkan tanya, "Desember 2013 mau undang lagi ga mas?" tanya saya pada Mas Asra.
Jawaban Asra, "Tergantung sih, kali aja kalo AtAmerica mau fasilitasi lagi, ayo banget undang mereka lagi!" Ujarnya sembari tertawa. Untuk kalian yang berhalangan hadir ke AtAmerica malam itu, semoga akhirnya kalian bisa bertemu sekumpulan Joni dan Susi lainnya pada Desember 2013 mendatang  :))


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave comment