Review: Joni dan Susi go to AtAmerica
Sepertinya saya benar-benar akan
meng-amini teori Einstein bahwa hukum semesta itu tarik menarik. Jika ingin
sesuatu dan yakin akan mendapatkannya, maka kita akan dipertemukan dengan orang-orang
yang sama keinginannya dengan kita, kemudian kita akan mendapat pertanda-pertanda, dan taraa teorinya berkata kita bisa mendapatkan yang kita
inginkan. Saya tidak suka buku-buku motivasi klise, tapi untuk yang ini saya
percaya pada teori itu. Setelah menulis di Tumblr tentang
mengapa saya akhirnya berhalangan hadir datang ke Konser Menuju Semesta,
saya kemudian diberi hadiah, didoakan agar dapat bertemu mereka secepatnya,
menjadi senang dan lalu selang beberapa minggu saya tahu bahwa Melbi akan
konser di AtAmerica, Pasific Place Jakarta. Pertanda apa ini?
Sungguh karena ini tak saya sangka,
bahwa Konser Menuju Semesta yang diadakan di Bandung 31 Mei lalu bukanlah
konser terakhir Melbi di tahun 2013. Pelakunya adalah Muhammad Asranur yang
lebih dikenal melalui akun twitter-nya @cantsaynotohope. Hasil dari obrolan
bersamanya selepas konser, Asra bercerita awalnya hanya iseng bertanya pada
Itbo (Omuniuum) kapan Ugo balik ke New York? Asra kemudian mencoba menghubungi
Melbi dan beruntungnya, hey fans Melbi Jakarta! karena mereka
meng-iya-kan--walau Yennu Ariendra berhalangan ikut main karena harus berangkat ke Jepang.
Mengapa di AtAmerica?
Angle-nya diambil dari AtAmerica sebagai pusat kebudayaan terbesar Amerika pertama
di dunia yang mempunyai tujuan untuk mempromosikan budaya Amerika. Hal itulah
yang berhubungan dengan Ugoran Prasad (Vokalis) sebagai satu-satunya orang
Indonesia yang mempunyai gelar Master Teater Study--dan kini Ugo sedang
mengambil S3 di New York. Selain angle yang satu itu, masih banyak angle
lainnya, seperti: Sekumpulan Joni dan Susi di Jakarta telah menanti lama
kehadiran Melbi; Melbi terakhir manggung di Jakarta (Salihara)
dengan HTM 50.000 dan sold out; selain itu adanya pengaruh musik Amerika pada beberapa lagu Melbi memperlengkap
alasan AtAmerica bersedia mengundang
mereka.
Sebelumnya, karena Menuju Semesta
Sebenarnya
sebelum tahu kabar Melbi akan konser di AtAmerica, saya sudah sangat terhibur
dengan Bootleg Konser Menuju Semesta yang di upload Daffa Andika di akun soundcloudnya.
Saat itu saya langsung mengunduh dan mendengarnya setiap hari, sepanjang
hari, dan masih seperti itu hingga saya menulis ini. Setiap waktu bangun tidur,
waktu santai, di jalan, sedang sibuk kerja, hingga penghantar tidur. Saya kecanduan
sampai-sampai hafal seluruh isi naskah yang diceritakan Ugo di sana. Walau
tidak hadir, sekali lagi, saya merasakan aura intimnya konser Menuju Semesta.
"Aku punya cerita...." Jantung
saya berdebar setiap kali memencet play dan
langsung mendengar suara Ugo itu menjadi penghantar lagu Kartu Pos Bergambar
Jembatan Golden Gate, San Fransisco. Imajinasi saya terbang bebas ke sebuah
jembatan berkabut setiap kali mendengarnya, tetapi anehnya pemandangan
sampan-sampan di Venesia lebih menguasai imajinasi saya itu. Saya akhirnya
kebiasaan mencepatkan seek-nya langsung
ke bagian narasi ini, "Joni dan Susi
punya mimpi, mimpi jalan...jalann..." Itu adalah narasi yang sangat-sangat
saya suka. Saya suka ketika Ugoran membiarkan crowd ikut melantunkan lagu Bulan Madu pada bagian ”Berdayung
sampan kita....di Venesiaa....." Gila
sampai saya juga hafal bagian Ugo membuat crowd tertawa sebelum memulai lagu
Mars Penyembah Berhala. Saya juga tahu persis bagaimana Ugo menutup sesi pertama
dari konser itu dengan narasi, "Susi
tidur dulu yaa...Joni menunggunya...".
Saat video-video Konser Menuju Semesta yang di-upload oleh Omuniuum di channel youtube mereka telah bisa dinikmati, saya semakin
girang dan semakin hafal naskahnya, haha gila! Lagu romantis favorit saya,
yaitu Propaganda Dinding dan Apel Adam yang tidak terekam di bootleg Daffa--membikin saya penasaran
sekali. Sebenarnya satu bagian yang menjadi favorit sejak dengar di bootleg adalah
saat Ugo mengajak satu penonton untuk menyanyikan Distopia bersama-sama. Saya
ingin seperti perempuan ituuuu... saya mau seperti Gita bernyanyi bersama Ugo!
Naskah Balada
Sabtu itu (13/7/13), saya beruntung bisa berada diantara sekumpulan orang—yang saya sendiri lebih suka menyebutnya Sekawanan Joni dan Susi—yaitu hasil pinakan Joni dan Susi yang kini semakin banyak orang ingin mendengar balada-nya dari pendongeng Melancholic Bitch khususnya sang narator--Ugoran Prasad. Namun entah mengapa Jakarta tak henti dihadang hujan sedari siang. Banyak teman saya dan orang-orang lain yang akhirnya tidak bisa hadir. Walau begitu, AtAmerica selepas buka puasa sudah lumayan sesak.
Sabtu itu (13/7/13), saya beruntung bisa berada diantara sekumpulan orang—yang saya sendiri lebih suka menyebutnya Sekawanan Joni dan Susi—yaitu hasil pinakan Joni dan Susi yang kini semakin banyak orang ingin mendengar balada-nya dari pendongeng Melancholic Bitch khususnya sang narator--Ugoran Prasad. Namun entah mengapa Jakarta tak henti dihadang hujan sedari siang. Banyak teman saya dan orang-orang lain yang akhirnya tidak bisa hadir. Walau begitu, AtAmerica selepas buka puasa sudah lumayan sesak.
Sebalnya, malam itu saat Melbi telah
membawakan satu hingga empat lagu, orang-orang masih banyak saja yang berlalu-lalang,
keluar masuk dari pintu yang berada di samping venue. Itu membuat saya (penonton)
merasa terganggu. Namun apalah, saya masih menikmati tiap lagu dengan semua
narasi yang--diam-diam--sudah saya hafal di luar kepala. Ah! hal itu kebanyakan
minusnya sih, karena kenapa saya jadi meng-compare
terus-terusan antara pertunjukkan mereka di Menuju Semesta dan AtAmerica ya?
Mungkin akan begini jadinya jika melihat mereka terlalu sering? Mungkin karena
saya telah jatuh cinta dengan Menuju Semesta lewat bootleg-nya Daffa? Atau itu mungkin sebabnya benar
kata Arham, bahwa diam-diam mereka mungkin sengaja menyimpan banyak rindu untuk para fans-nya. Karena jika kita terlalu sering meliat pertunjukkan mereka
secara langsung, kita mungkin akan bosan?
Tapi ada yang plus dari malam itu. Senang sekali untuk pertama kali melihat live Melbi seperti dapat bonus melihat mereka membawakan lagu milik band lain. Sesuai perjanjian, Melbi harus membawakan dua lagu band Amerika yang mempengaruhi lagu-lagu mereka. Lagi, Ugo membuat narasi sedikit, "Ketika Susi ditanya kenapa dia harus pergi? Susi bilang, dia pergi karena dia tidak ingin menjadi seorang perempuan tua yang tertinggal di kota kecilnya dan berdiri di belakang mesin kasir." Ah! saya suka sekali narasinya itu :) Kemudian lagu milik Pearl Jam berjudul Elderly Woman Behind The Counter dibawakan dengan syahdu.
Tapi ada yang plus dari malam itu. Senang sekali untuk pertama kali melihat live Melbi seperti dapat bonus melihat mereka membawakan lagu milik band lain. Sesuai perjanjian, Melbi harus membawakan dua lagu band Amerika yang mempengaruhi lagu-lagu mereka. Lagi, Ugo membuat narasi sedikit, "Ketika Susi ditanya kenapa dia harus pergi? Susi bilang, dia pergi karena dia tidak ingin menjadi seorang perempuan tua yang tertinggal di kota kecilnya dan berdiri di belakang mesin kasir." Ah! saya suka sekali narasinya itu :) Kemudian lagu milik Pearl Jam berjudul Elderly Woman Behind The Counter dibawakan dengan syahdu.
Setelah lagu itu dibawakan, banyak
penonton tampaknya tak memperhatikan ucapan Ugo. "Biasanya kita membawakan
lagu ini bersama Silir, siapa yang mau menyanyikannya bersama..." Jantung
saya seketika berdegup, tangan saya langsung terasa dingin, saya melihat
sekitar tidak ada yang mengangkat tangan. Gue bakal jadi Gita kedua nggak ya?
"Ayo siapa yang mau maju, nanti menghabiskan waktu saja..." Saat Ugo berkata seperti itu, maka lalu dengan percaya diri langsung saja saya mengangkat tangan tinggi-tinggi. Oh, semesta!
"Ayo siapa yang mau maju, nanti menghabiskan waktu saja..." Saat Ugo berkata seperti itu, maka lalu dengan percaya diri langsung saja saya mengangkat tangan tinggi-tinggi. Oh, semesta!
“Nah...ayo ayo cepat sini...” Ujar Ugo mengajak saya naik ke
panggung. Saya pun naik ke panggung dengan nafas yang sulit diatur.
Ugo : Siapa namanya?
Saya : Tania
Ugo : Selamat malam Tania
Saya : Malam
Sampai disitu saja, jantung saya
rasanya mau copot.
Ugo : Sudah tau mau menyanyikan lagu apa?
Saya : Sudah (merasa sudah mengembangkan senyum, padahal pucat)
Ya! Distopia.
(Foto oleh Reza Pradipto)
Tentang lagu Distopia. Lagu yang paling ceria menurut saya di album BJS. Suara Silir yang berwarna musik pantura sangat menggoda untuk bergoyang. Ganjil rasanya apabila mendengar lagu itu tetapi tidak ikut bernanyi. Sekalipun mendengarkannya sendiri di kamar, saya pasti akan ikut melantunkan..."bersama-sama kita...bersama-sama selamanya...bersama...bersama..."
Ugo, Melbi, atau penonton lainnya mungkin kecewa karena suara saya justru mengganggu, dan bisa jadi kalo saya penonton ingin rasanya merajam penonton bernama Tania hahaha, anyway, maaf ya teman-teman, mungkin kalian sangat sebal karena Distopia yang ditunggu-tunggu tidak sesuai ekspektasi :)
(Foto oleh Raras Prawitaningrum)
Ahya..Pernah (sampai saat ini sih) suka
sekali dengan Cholil Mahmud ERK karena ia bernyanyi dengan sangat menghayati.
Sesekali matanya ditutup tanda ia menikmati. Maka malam itu, resmilah, walau
Ugo tidak bisa membuat saya meleleh karena roko-nya (dia keren banget kalo merokok), tetapi malam itu saya malah lebih meleleh karena
ia nyatanya sangat ramah. Ugo mengajak bernyanyi tanpa meninggalkan saya
mengatur lagu sendiri. Ia seperti membuat saya tenang dengan bernyanyi sambil
menatap (ge er!), mengajak bernyanyi pelan-pelan. Dan ah.... Deskripsinya tidak akan selesai,
karena saking senangnya saya di atas sana. Beruntung sekaligus merasa bersalah.
Ruangan baru terasa menyala ketika
Melbi membawakan lagu Mars Penyembah Berhala. Untuk yang ini (maaf kalo meng-compare lagi), sekali lagi untuk yang ini,
saya suka sekali Ugo seperti melahap sisi-sisi panggung, ia lari kesana kemari,
hingga tiduran dengan nafas kelelahan. Rasa-rasanya saya ingin berdiri dan ikut
bernyanyi dengan lantang! Ikut mengutuk kotak 14 inchi itu! Saya rasa Mars
Penyembah Berhala disini lebih bagus dibandingkan dengan Menuju Semesta, tetapi
sayang crowd-nya tidak seagresif di
Bandung. Atau mungkin, ya itu tadi, karena setting
venue mengharuskan para penonton duduk.
Ketika Ugo melihat jam yang
terikat di tangannya, saya sudah muram lantaran itu pasti tanda sedikit lagi
mereka harus mengakhiri pertunjukkannya. Benar saja, lagu Menara menjadi penutup aksi mereka malam itu. Mereka meninggalkan panggung dan disambut tepuk tangan yang meriah. Sementara hati para
penonton tak rela dan beberapa masih meneriakkan we want more. Oh sungguh, 1 jam 40 menit adalah waktu yang terlalu
singkat untuk melihat mereka.
Setiap penyimak pertunjukkan Melbi yang mereviewnya sudahlah pasti terbawa oleh cerita sang pendongeng, itu benar karena saat melihat live mereka, sepasang tiap mata akan terhipnotis oleh kata-kata Ugo. Itulah mengapa Raka mereview-nya dengan menulis bahwa Melbi bukanlah sekedar band, tapi mereka adalah ambang. Naskah yang di susun menjadi penghantar BJS membuat setiap penonton terbawa akan kisah cinta Joni dan Susi, terbawa ke Venesia, bersama-sama di kereta, hingga dibuatnya kita marah karena Joni dibanting ke aspal, lalu kita harus ikut pasrah karena percintaan mereka berakhir pada Noktah Pada kerumunan. Dan lagi, yang telah kita tahu, lagu-lagu dalam album Anamnesis mereka kini ikut dibalut ke dalam panggung mereka. "Eksplorasi" begitu tersebut di harian Kompas. Mereka mengkombinasi itu semua dengan sangat keren!
Apakah panggung menjadi tempat
Melbi melakukan experiment? Kalo iya,
saya sangat menantikan naskah Balada Joni dan Susi yang selanjutnya dengan
narasi yang berbeda. Namun apabila naskah itu adalah memang kekal menjadi
naskah penghantar Balada Joni dan Susi disetiap panggung mereka, saya memilih
untuk tidak sering-sering lihat mereka. Agar rindunya lebih kental, supaya saya
tidak bosan, supaya Balada Joni dan Susi yang saya dengar akan selalu menjadi
yang istimewa, saya ingin mengabadikan balada tersebut di memori terbaik saya.
Dibuang sayang
Selepas konser, saya masih tidak
rela meninggalkan pusat kebudayaan terbesar Amerika itu. Saya akhirnya ngobrol
sedikit dengan Mas Asra. Sungguh baiknya ia, yang kemudian mengabadikan saya
bersama Melbi lewat kamera. Saya memecah hening dengan bertanya, "Kapan
balik Mas, Ugo?" . "Oh Insya Allah Desember sih" Jawabnya sambil
tersenyum. Akhirnya Ugoran Prasad nyata di depan mata! :D
Ngomong-ngomong, bocoran Ugo
setiap Desember akan pulang ke Indonesia, menimbulkan tanya, "Desember
2013 mau undang lagi ga mas?" tanya saya pada Mas Asra.
Jawaban Asra, "Tergantung
sih, kali aja kalo AtAmerica mau fasilitasi lagi, ayo banget undang mereka lagi!" Ujarnya sembari tertawa. Untuk kalian yang berhalangan
hadir ke AtAmerica malam itu, semoga akhirnya kalian bisa bertemu sekumpulan
Joni dan Susi lainnya pada Desember 2013 mendatang :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
leave comment