Jumat, 13 Desember 2013

Joyland Festival 2013 Hari Pertama: Piknik Berkualitas Sajian Musisi Lokal



Sudah diprediksi. Memasuki pintu Timur Senayan jalan-jalan telah dipenuhi berbagai umbul-umbul acara yang berbeda. Macet di pintu masuk dan keluar akhirnya harus dilalui untuk sampai Senayan Swimming Stadium. Walau begitu, Taman Krida Loka telah dipenuhi penonton yang beberapa diantaranya duduk dan berdiri di pohon-pohon besar. Bau tanah dan rumput juga gempulan asap rokok yang sesekali menghampiri wajah membuat kita akan mengamini bahwa suasana ini terasa seperti piknik musik.

Menarik sekali melihat penonton menjinjing tikar bergantian dari Stage A ke Stage B, dan begitupun sebaliknya. Dengan setting piknik seperti ini, penonton yang berdiri dapat dengan jelas melihat pertunjukan di panggung yang berukuran rendah, sebab para penonton yang memiliki picnic set dapat duduk memenuhi muka panggung. Ketika berpindah dari Stage A ke Stage B, ataupun sebaliknya, pengunjung juga dapat menikmati makanan dan pemutaran film dengan tempat duduk nyaman yang telah disediakan.

Selepas istirahat maghrib, Stage A sudah dipenuhi penonton yang siap menyaksikan penampilan White Shoes and The Couples Company. Paduan kostum warna warni Nona Sari dan kawan-kawan, dipadu dengan cahaya panggung yang ‘pas’ mengikuti alunan musik—membuat crowd tak henti menggoyangkan tubuhnya, walau sekedar menganggukkan kepala. “Super Reuni” menjadi lagu pembuka yang dilanjutkan dengan urutan lagu “Pelan Tapi Pasti”, “Roman Ketiga” dan “Today Is Not Sunda”.



Penampilan mereka dijeda dengan cuplikan film “Ambisi (1973)” yang sudah sering ditampilkan di beberapa panggung. Inti film-nya bercerita mengenai demokrasi dan setelahnya dilanjutkan dengan lagu “Aksi Kucing” terasa menjadi seperti OST film tersebut adalah kombinasi yang epik. WSTACC melanjutkan penampilannya dengan membawakan lagu berurutan: “Kampus Kemarau”, “Selangkah”, “Top Star”, dan dua lagu terakhir yang diambil dari album Menyanyikan Lagu-Lagu Daerah yakni: “Lembe-Lembe” dan “Tam-Tam Buku. 

"Joyland adalah sebuah festival yang menjadi ajang bagi beberapa band untuk memperkenalkan karyanya"—jargon tersebut sepertinya dapat diamini oleh Banda Neira. Band duo yang muncul akhir 2012 ini mulai dikenal lewat media sosial. Diisi oleh Ananda Badudu dengan gitarnya dan Rara Sekar dengan xylpon-nya yang sederhana, mengundang penonton untuk segera duduk manis di Stage B dan menantikan pertunjukan mereka. Dibuka dengan lagu “Di Atas Kapal Kertas”, Banda Neira langsung ditemani crowd yang ikut bernyanyi. Begitupun lagu selanjutnya yang juga disambut dengan karaoke masal. “Kalo Subagio lihat, dia pasti senang,” ujar Ananda Badudu selepas menyanyikan lagu “Rindu” hasil musikalisasi puisi milik Subagio Sastrowardoyo.

(aaaaaaaaa akhirnyaaa nonton live Banda Neiraaa)




Untuk lagu ketiga, Rara memanggil Gardika Gigih yakni pemain pianika band Nosstress dari Bali yang menjadi salah satu band idola Banda Neira. Jadilah panggung tersebut kini diisi tiga orang menyanyikan lagu “Kita” milik Nosstress. Masih ada Gigih di panggung menemani Banda Neira untuk menyanyikan lagu ‘Hujan di Mimpi’ yang diambil dari album pertama mereka yaitu Berjalan Lebih Jauh. Pikir penonton, Banda Neira akan membawakan dua hingga tiga lagu lagi, tetapi lagu ‘Kau Keluhkan (Esok Pasti Jumpa)’ menjadi penutup penampilan mereka. “We Want more” pinta penonton hanya dibalas senyuman Rara yang tampak malu-malu. Walau hanya membawakan empat lagu—dengan interaksi sederhana, membuat siapa saja baik yang baru pertama kali melihat atau mendengar lagu-lagu Banda Neira malam itu, sudah tentu akan semakin penasaran untuk mencari banyak tahu mengenai mereka. 

Beralih ke Stage A. Seorang laki-laki dengan sayap hitam telah duduk dan siap memainkan piano. Jika ada yang menduga ia akan memainkan lagu-lagu lembut dengan tempo sangat lambat, maka dugaan tersebut salah. Pada 2012, Luky Annash telah mewarnai Joyland dan tahun ini adalah kali kedua ia membawakan lagu-lagu liar dari debut albumnya 180° yang rilis pada 2011. Walau beberapa orang tak tahu tentang albumnya, sound yang bulat, permainan piano yang atraktif, dan suara yang liar—menarik banyak penonton untuk menyaksikan penampilannya. Terbukti dengan beberapa respon penonton yang seketika suka dengan suaranya yang khas walau baru pertama kali melihat penampilannya. 

Selepas Luky Annash, tiga band berturut-turut bergantian mengisi Stage A dan Stage B. Polka Wars. Band yang telah dikenal sejak 2010 ini memainkan sejumlah lagunya seperti: “Coraline”. Selanjutnya, ada Rock N Roll Mafia yang tampil di Stage A. Setelah membawakan tiga lagu, “Velvet Morning Air”, “Blackheart”, dan “Stuck and Reverse”, komposisi “Castillo Del Arena” secara tak terduga dibawakan bersama Ade Paloh dari Sore. Tiga lagu penutup penampilan RNRM dibawakan secara berurutan, “Oblivion”, “Never Give Up”, dan “Palpilate”. 

Berlanjut ke Stage B yang mengutus Dialog Dini Hari untuk menyanyikan lagu-lagu berbau alam malam itu. Dibuka dengan lagu “Kita dan Dunia”, crowd berkaraoke masal. Sebelum melanjutkan lagu kedua, Dadang (vokalis) membuka percakapan, “Tujuannya adalah satu: Kita berpijak di tanah dan rumput yang sama malam ini. Lagu ini adalah lagu untuk mereka yang tak menghormati perbedaan.” Lagu “Aku adalah Kamu” pun dibawakan. “Pelangi” dan “Jalan Dalam Diam” menjadi dua lagu penutup penampilan mereka. 

Belum habis sisa lagu yang dibawakan Dialog Dini Hari, Stage A sudah dipenuhi penonton yang rindu dengan band asal Bekasi ini yang belakangan jarang dijumpai di panggung-panggung musik Ibukota.

Teorinya, faktor “jarang manggung” mendapat nilai plus dari segi respon pecinta musik mereka, karena tentu mereka akan datang demi melihat penampilan band tersebut. Teorinya, faktor “jarang manggung” tersebut juga mendapat nilai plus karena pada umumnya, sebuah band akan menyiapkan secara eksklusif baik itu set panggung, sound, pemilihan lagu, dsb—demi menyuguhkan penampilan spesial. Lalu bagaimana dengan The Trees and The Wild (TTATW)?




Melihat penampilan mereka malam itu, rasanya teori tersebut benar. Mungkin tak ada karaoke masal atau tak ada pula penonton yang dapat menemani mereka bernyanyi, tapi ini beralasan sebab mereka telah menghipnotis penonton dengan lagu-lagu baru milik mereka. Tanpa sedikit pun mengajak penonton berinteraksi, TTATW tampaknya hanya ingin fokus menampilkan satu set lagu tanpa henti dengan lebih banyak memainkan instrument. Lagu berjudul “Empati Tamako”, “Concetrate”, “Saija”, dan”Our Roots” dijadikan satu set tanpa jeda. Di tengah pertunjukkan mereka, sejumlah kembang api menyala mewarnai langit Taman Krida Loka. Walau entah darimana kembang api itu berasal, yang jelas suara dan warnanya justru memadukan penampilan TTATW menjadi lebih indah. 

Tepuk tangan yang panjang menutup penampilan TTATW sekaligus acara Joyland Festival hari pertama. Secara keseluruhan acara ini—dengan konsep dan line up yang dijanjikan—terbilang sukses. Maka rasanya tepat untuk mengutip bio Twitter akun Joyland Festival (@Djaksphere): Sebuah jari tengah bagi para kepada industri musik yg terasa semakin tidak peduli akan karya berkualitas – Rolling Stone. 

Versi gigsplay bisa dilihat di sini http://gigsplay.com/GigReview-detail/joyland-festival-hari-pertama-piknik-berkualitas-sajian-musisi-lokal/ 


 Foto: Nuri Arunbiarti 


-Tania-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

leave comment